Selamat datang di Kampung Vokasi SMK Negeri 2 Donorojo

Rumah Vokasi Pacitan merupakan prakarsa Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur, dalam mewadahi seluruh SMK di Kabupaten Pacitan untuk melakukan unjuk karya dan prestasi terbaiknya. Dalam hal ini SMK Negeri 2 Donorojo turut serta dalam menyukseskan program dari Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Pacitan. Maka untuk mengenal lebih jauh tentang sekolah vokasi akan kami coba jelaskan apa itu tentang sekolah vokasi.

Sekolah vokasi umumnya diartikan sebagai bagian dari pendidikan yang memberikan pengetahuan dan keterampilan terhadap suatu bidang atau suatu profesi tertentu. Pendidikan vokasional merupakan tambahan untuk pendidikan umum, proses pembelajaran yang terkait dengan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, memperoleh keterampilan praktis, sikap kerja yang baik, pemahaman serta pengetahuan pekerjaan di segala sektor sosial dan ekonomi.

Pendidikan vokasional merupakan salah satu pendidikan dengan tujuan utama untuk mempersiapkan individu bekerja dengan menggunakan pendekatan berbasis kompetensi. SDM yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dengan baik dan efisien. Masalah SDM tidak bisa lepas dari masalah tenaga kerja. Kualitas tenaga kerja sangat tergantung pada kualitas SDM. Oleh karena itu, kualitas SDM harus mendapatkan prioritas utama untuk ditingkatkan dan dikembangkan guna mendapatkan kualitas tenaga kerja yang baik. Tenaga kerja yang berkualitas dan memiliki etos kerja yang tinggi akan memperkuat posisi industri yang pada akhirnya akan mempekuat perekonomian negara. Berikut adalah sejarahnya

Pada zaman kekuasaan VOC, yaitu pada tahun 1737, didirikanlah sekolah vokasi pertama, yaitu akademi pelayaran. Namun, sekolah tersebut ditutup pada tahun 1755. Setelah dua abad lebih berkuasa, tepatnya pada tahun 1853, Belanda membuka kembali sekolah vokasi di Indonesia. Sekolah vokasi tersebut bernama Ambachts School van Soerabaja atau Sekolah Pertukangan Surabaya, yang diperuntukkan bagi anak–anak Indonesia dan Belanda.

Pada masa penjajahan Jepang, Indonesia harus kembali membangun pendidikan dari nol, karena pada masa itu segala sesuatu yang berbau Belanda harus dihilangkan. Sekolah pertukangan pun kembali dibuka pada masa itu, yaitu sekolah teknik menengah (STM) di daerah Ciroyom, Bandung. Sekolah yang dibuka pada zaman Jepang ini lamanya 3 tahun dan sempat mempunyai peserta didik sebanyak 360 orang. Namun, sekolah tersebut harus ditutup setelah Indonesia meraih kemerdekaannya, tepatnya pada bulan Agustus tahun 1945. Para guru dan peserta didik terpencar, bergabung dengan satuan–satuan perjuangan yang terbentuk secara spontan, seperti Tentara Pelajar Republik Indonesia (TPRI), Badan Keamanan Rakyat (BKR), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Sejak penerapan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang digulirkan pada tahun 1969 bentuk pendidikan vokasi mulai mengadopsi model dari negara lain dan secara bertahap pendidikan vokasi mendapat tempat pada sistem pendidikan Indonesia. Tonggak pengembangan pendidikan vokasi secara terpadu di Indonesia dimulai pada Repelita V, melalui penetapan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dilanjutkan dengan ditetapkannya PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah yang memuat beberapa ketentuan dalam pengembangan pendidikan vokasi. Dalam periode ini, melalui Kepmendikbud No. 490/1992 tentang Sekolah Menengah Kejuruan mulai dilaksanakan juga pengembangan unit produksi sebagai bagian dari proses pembelajaran di SMK, kegiatan unit produksi ini meliputi kegiatan memproduksi barang dan jasa dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada di sekolah dan lingkungannya.

Kebijakan pengembangan lebih lanjut dilakukan pemerintah melalui penerapan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) melalui konsep Link and Match, mulai tahun 1997 (Kepmen No. 323/U/1997) yang merupakan awal upaya pelibatan dunia usaha/industri dalam pendidikan vokasi. Sistem ini mengadopsi model Dual System di Jerman, dengan melakukan beberapa penyesuaian. Secara teoretis, PSG merupakan sistem pendidikan yang dianggap ideal untuk meningkatkan relevansi dan efisiensi SMK. Praktik peserta didik di industri merupakan bagian dari kegiatan penerapan ini. Sejumlah kegiatan yang telah dilakukan oleh SMK untuk melibatkan dunia usaha/industri antara lain melalui pelaksanaan kegiatan gebyar pendidikan vokasi, penandatanganan kerja sama sekolah dengan dunia usaha/industri, pembentukan organisasi intern di sekolah, dan kunjungan guru-guru secara reguler ke dunia usaha/ industri. Upaya ini ditindaklanjuti dengan pembentukan Majelis Pendidikan Vokasi NasonaI (MPKN) dan Majelis Pendidikan Vokasi Provinsi. Sesuai dengan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 15, keberadaan SMK dirancang untuk mempersiapkan lulusannya bekerja di bidang tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan menengah kejuruan ditujukan untuk penyiapan lulusan yang siap kerja, baik bekerja secara mandiri maupun bekerja pada industri tertentu.

Layanan pendidikan (dan pelatihan) vokasi diberikan mulai jenjang pendidikan menengah, yakni SMK dan SMK-Luar Biasa, serta jenjang pendidikan tinggi, yakni Politeknik dan program Diploma di universitas. Pemberian layanan pendidikan dapat melalui jalur formal (persekolahan, seperti SMK) maupun nonformal melalui kursus dan pelatihan keterampilan.

Pendidikan vokasi pada jalur pendidikan nonformal dan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan melalui berbagai satuan pendidikan nonformal, baik di Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Balai Latihan Kerja (BLK), maupun berbagai lembaga pelatihan lainnya. Pendidikan vokasi yang bersifat informal dilakukan dalam bentuk magang atau “terjun langsung” ke lapangan kerja yang akan dimasuki.

Pendidikan vokasi melalui kursus dan pelatihan keterampilan pada tahun 1970an diselenggarakan dibawah binaan Direktorat Pendidikan Kejuruan. Pada tahun 1975 pembinaan kursus dan pelatihan keterampilan diserahkan kepada Direktorat Pendidikan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga (PLSPO), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Program kursus dan pelatihan keterampilan dikenal dengan sebutan Pendidikan Luar Sekolah yang diselenggarakan Masyarakat (PLSM) dan selanjutnya pada tahun 1990an dikenal dengan akronim Diklusemas. Pada waktu itu belum banyak program-program kursus yang berkembang di masyarakat, antara lain kursus Tata Buku atau Bond A/B, Mengetik, Bahasa Inggris, Tata Kecantikan, Tata Rias Pengantin, Menjahit. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat dan industri, Direktorat Pendidikan Masyarakat menyusun kurikulum berbagai program kursus dan melaksanakan ujian nasional kursus.

Pada tahun 2006 terbentuk direktorat baru sebagai pemisahan dari Direktorat Pendidikan Masyarakat, yaitu Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan dan kemudian berubah menjadi Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan. Pada tahun 2009 ujian nasional kursus diganti dengan uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui Pemerintah sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sampai sekarang sudah terbentuk 35 jenis Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK).

Dalam perkembangannya pendidikan vokasi yang dilaksanakan pada jenjang pendidikan menengah tetap disebut pendidikan vokasi dan yang dilaksanakan pada jenjang pendidikan tinggi juga disebut pendidikan vokasi. Pada saat ini, secara regulasi Program Pendidikan Kejuruan di Indonesia terbagi dalam program pendidikan 3 tahun, dan program pendidikan 4 tahun. Namun, jumlah SMK 4 tahun hanya ada 12 SMK dari 12.848 SMK. Bidang Keahlian yang dikembangkan terdapat 9 Bidang Keahlian, 48 Program Keahlian, dan 142 Paket Keahlian. Selain dari pendidikan (dan pelatihan) kejuruan yang dilaksanakan sebagai persiapan untuk memasuki dunia kerja (pre-service training atau pelatihan pra-jabatan), terdapat pelatihan kejuruan yang dilaksanakan setelah lulusan masuk ke dunia kerja (in-service training atau pelatihan dalam jabatan). Pelatihan-pelatihan semacam ini dilaksanakan oleh perusahaan, industri, atau tempat kerja untuk menyiapkan karyawan baru agar menguasai keterampilan yang benar-benar sesuai dengan tempat kerja yang dimasukinya.

Dalam rangka melaksanakan efisensi pendidikan (dan pelatihan) kejuruan diperlukan sinkronisasi antar-berbagai pola tersebut. Sinkronisasi pertama adalah antara pihak penyelenggara moda pelatihan pra-jabatan dan penyelenggara pelatihan dalam jabatan. Sinkronsiasi kedua adalah antara para pemberi layanan pendidikaan dan pelatihan pra-jabatan. Kedua jenis sinkronisasi ini belum tampak wujudnya dalam penyelenggara pendidikan (dan pelatihan) kejuruan.

Share this :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *